Pemerintah memberikan perhatian terhadap keberadaan bangunan gedung pondok pesantren (Ponpes) pascaperistiwa ambruknya Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo Jawa Timur. Salah satu upaya yang dilakukan memastikan bangunan pesantren memenuhi standar teknis dan keselamatan bangunan.
Pejabat Fungsional Penata Kelola Bangunan Gedung dan Kawasan Permukiman Ahli Muda Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kabupaten Karanganyar, Farid Achmadi ST MT, menyampaikan hal itu dalam Rapat Koordinasi, Evaluasi dan Validasi Pendataan Pesantren Kabupaten Karanganyar, Rabu (26/11), di RM Mbak Ning 2 Ngargoyoso. Rapat diikuti oleh pengelola pondok pesantren dan Penyuluh Agama Islam se-Kabupaten Karanganyar.
Berdasarkan data Kementerian Agama, jelas Farid, sebanyak kurang lebih 42.443 bangunan pesantren belum memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dari total 45.025 bangunan pesantren. “Jadi yang ber-PBG secara nasional kira-kira hanya 6%. Sedangkan di tingkat Provinsi Jawa Tengah, pesantren yang memiliki PBG sebanyak 383 pesantren atau sekitar 7% dari total 5.731 pondok pesantren,” papar dia. Sementara di Kabupaten Karanganyar sendiri, kata dia, dari sejumlah kurang lebih 55 pesantren yang ada, yang memiliki IMB/PBG sebanyak 9 pondok.
Pascakejadian runtuhnya Ponpes Al Khoziny, lanjut Farid, Presiden Prabowo Subianto sudah menginstruksikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum untuk mengaudit beberapa pondok di sejumlah daerah di Indonesia. Dari hasil quick-assesment yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa pembangunan Ponpes umumnya dilakukan bertahap tanpa didukung perencanaan teknis yang memadai dan berkesinambungan. Selain itu, juga tidak ada analisis dan perhitungan struktur bangunan gedung. “Beberapa komponen mekanikal-elektrikal bangunan juga belum memenuhi kelayakan. Hasil audit ini secara umum memberikan gambaran bangunan gedung pondok pesantren belum memenuhi keandalan bangunan. Ini yang harus menjadi perhatian semua pihak, baik dari pemerintah maupun pengelola pesantren,” jelas Farid.

Dengan kondisi seperti itu, Farid berharap kepada pengelola Ponpes di Kabupaten Karanganyar mulai sekarang serius untuk memperhatikan aspek keamanan bangunan. Salah satunya, pengelola memiliki legalitas Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sekarang berubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Menurut Farid, dokumen PBG mensyaratkan pemenuhan standar teknis bangunan yang diatur secara rinci guna menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan bangunan. “Lakukan hal yang sederhana, seperti mengecek kembali lingkungan pondok. Apakah ada kabel listrik yang dibiarkan nglawer, sistem sanitasi yang tidak tertata, sampah yang kurang dikelola dengan baik, dan sebagainya. Begitu pula dari aspek struktur bangunan, coba periksa kembali apakah ada keretakan dinding yang semakin besar, atau kolom mulai miring, struktur balok melendut, dan lain sebagainya. Berikan kenyamanan dan keselamatan kepada para santri dari aspek tempat belajar, agar mereka nyaman belajar ilmu agama di pesantren,” tandasnya.
Selain Farid Achmadi, rapat koordinasi juga menghadirkan narasumber Wakil Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Karanganyar, Ustadz Solikhan SPdI. Dalam kesempatan itu, Ustad Sholikhan menyampaikan materi evaluasi pendataan pesantren berdasarkan Sistem Layanan Pengajuan Tanda Daftar Keberadaan Pesantren (Sitren).
Sementara itu Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karanganyar, Dr H Hidayat Maskur SAg MSi, dalam sambutannya mengatakan pemerintah saat ini sangat serius memperhatikan keberadaan pondok pesantren. Bahkan di tingkat pusat, kata dia, Ponpes akan diurusi setingkat Direktorat Jenderal. Hidayat berharap Pengelola Ponpes di Kabupaten Karanganyar aktif mengikuti dinamika dan regulasi yang ada, khususnya terkait dengan pendataan pesantren sehingga akan diketahui kondisi riil pesantren di Karanganyar.


